Selasa, 03 Agustus 2010

TEMPAT PEMULIHAN

Thomas Selan

Pengantar:
Ketika terdampar di Jakarta, usia Thomas masih muda. Dan, seperti anak-anak muda pendatang lainnya dia pun mempunyai cita-cita untuk meraih hidup sukses di kota ini. Namun, ketika melihat kenyataan bahwa banyak penghuni kota ini yang mencoba bertahan hidup, antara lain dari mengais-ngais sampah, dan tidur di emperan dan kolong jembatan, atau tinggal di bilik-bilik kumuh dekat tempat pembuangan sampah, sementara anak-anak mereka berkeliaran, tidak bersekolah, maka dia merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu untuk mereka. Dengan semangat dan kegigihannya, dia mengumpulkan anak-anak dari para pemulung dan orang-orang miskin, untuk belajar. Dia juga menjadi pembimbing, penasihat, dan penyemangat bagi mereka yang telah berusia lanjut dalam menjalani sisa-sisa hidup mereka. Bahkan, dia kemudian mencari dan mengumpulkan anak-anak muda yang terganggu jiwanya, dan hidup berkeliaran. Dia sendiri yang merawat mereka, sampai mereka pulih kembali.

Thomas Selan(36 tahun)
Lahir : 9 Maret 1972 di di So'e, Timor-Kupang.
Pada usia 15 tahun Thomas ikut kakaknya ke Pontianak, Kalbar. Di sana setamat SMA, dia mencoba ikut UMPTN, tapi tidak lulus. Dia lalu bekerja di perusahaan Barito Pacific Timber.
Setelah merasa mempunyai uang cukup, dia ingin kembali dulu ke Timor via jakarta. Ketika tiba di Jakarta, dia bertemu kawan yang menawarkan dia untuk bekerja di Jakarta saja. Dia lalu bekerja sebagai Satpam yang bertugas pada malam hari. Ketika bekerja sebagai Satpam, dia terkesan pada temannya, yang bekerja sebagai petugas kebersihan,.yang giat melakukan pelayanan rohani (Kristen).
Akhirnya Thomas dan seorang temannya, Abraham, memutuskan untuk melakukan tugas pelayanan dalam bentuk lain. Mereka mengamen pada siang hari, di bus-bus kota. Hasil mereka mengamen itu, bukan digunakan untuk keperluan mereka sendiri tapi justru mereka belikan beras, tempe, tahu, dan sebagainya, kemudian mereka masak dan membungkusnya sendiri menjadi beberapa bungkus, lalu mereka antarkan sendiri untuk dibagi-bagikan kepada para orang miskin, terlantar, yang tidur di emperan atau di kolong jembatan.
Pada suatu saat temannya berangkat ke Manado, untuk melayani para pengungsi yang datang dari Maluku, ketika terjadi krisis horisontal di sana, maka dia memutuskan untuk melakukan pelayanan sendiri. Di dekat tempat tinggalnya itu ada tempat pembuangan sampah. Dia mengumpulkan enam orang anak (yang orang tuanya menjadi pemulung). untuk belajar membaca dan menulis. Thomas sendiri yang bertindak sebagai guru. Tiga bulan kemudian anak didiknya menjadi 80 orang anak. Melihat minat anak-anak di sekitar tempat tinggalnya yang semakin bertambah, maka dengan bantuan dari sebuah yayasan dia mendirikan taman kanak-kanak, khusus untuk anak anak-anak para pemulung dan penduduk miskin di sekitarnya. Di samping itu, dia juga membuka kegiatan bimbingan belajar. Saat itu anak-anak yang belajar mencapai 200 anak. Semua peralatan belajar, dia usahakan sendiri. Kegiatan ini dilakukan pada hari Sabtu. Untuk mengajar sekian banyaknya murid, dia dibantu oleh para sukarelawan lainnya, yang pada hari-hari biasa merupakan karyawan-karyawan swasta.



Ketika sedang mengajar anak-anak itu, suatu ketika Thomas didatangi oleh beberapa orang lanjut usia (Lansia) yang memintanya untuk membimbing/melayani mereka juga. Kini jumlah para Lansia yang berada di bawah bimbingannya telah menjadi 150 orang. Setiap Senin dia melayani para Lansia ini di Gereja Salvatore, Sunter. Para Lansia ini umumnya bekerja sebagai pemulung. Jika antara mereka ada yang sakit maka Thomas akan mengusahakan agar mereka bisa memperoleh perawattan dan pengobatan. Dan jika ada yang meninggal, maka Thomas akan mengusahakan agar bisa dimakamkan dengan layak.
Pada suatu saat dia berkunjung ke suatu daerah kumuh.di Warakas, Jakarta Utara. Di sana dia menemukan seorang gila, bernama Usman. Menurut penduduk sekitar situ, Usman sudah sembilan tahun.berada di situ. Badannya sangat kotor, rambutnya yang panjang sampai punggung., sudah menyatu keras, karena tak pernah dicuci.Usman ini lalu dibawa ke rumahnya, lalu dicukur rambutnya sampai gundul, dimandikan dengan memakai rinso dan sabun colek. Satu minggu baru badannya benar-benar bersih.
Usman dirawat dan didoakan oleh Thomas sendiri. Setelah tiga bulan, ingatan Usman mulai pullih. Dia menceritakan bahwa dia menjadi seperti itu karena istrinya selingkuh dengan pria lain.
Ketika Usman diajak untuk berekreasi ke kebun-binatang (menggunakan kereta api), dia tidak mau turun dari kereta walaupun sudah sampai. Akhirnya dia terbawa kereta, dan sampai sekarang tidak ada kabarnya lagi.
Thomas lalu mengangkat satu anak gila lainnya, Rendi. Sekarang jumlah mereka sudah 24 orang. 14 orang bisa normal kembali dan bekerja, dua sedang pulang ke kampungnya, dan yang tinggal ada delapan orang.

Kini, sejak satu setengah tahun yang lalu, Thomas telah memperoleh tempat sebagai pusat kegiatannya, yaitu di wilayah Sunter. Di tempat ini, dia telah membangun sebuah rumah, tempat dia, isterinya, dan seorang anaknya tingggal. Rumah ini tadinya sekaligus juga sebagai tempatnya melakukan beberapa kegiatan, dan tempat berkumpul/tinggal anak-anak yang terganggu pikirannya. Namun, belum lama ini, ada seorang ibu, yang bersimpati terhadap usaha-usaha kemanusiaan yang dilakukan Thomas, telah menyumbangkan sebuah bangunan 6 x 12 m, di sebelah rumah tinggalnya. Di bangunan yang baru inilah kini Thomas melakukan berbagai kegiatan, seperti kebaktian, mengasuh anak-anak muda yang terganggu syarafnya.

Kemudian, juga ada yang menyumbang uang, yang oleh Thomas dimanfaatkan untuk membangun sebuah bangunan sederhana yang dijadikan semacam warung untuk menjual kebutuhan sehari-hari.

Thomas sampai saat ini terus menjalankan semua kegiatan manusiawi ini. Dan dalam menjalankan kegiatannya dia menyerahkan segala sesuatunya hanya kepada Tuhan. Dia senantiasa berdoa, agar diberi kekuatan untuk terus mencari dan menemukan mereka yang merasa terbuang dan kehilangan masa depan, dan membantu mereka untuk memperoleh kembali semangat hidup, dan harapan untuk bisa hidup layak.

Monday, June 9, 2008


Euro 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.